
Foto : Kepala Dinas Pendidikan saat berada di ruangan kerjanya
beritaokuterkini.com — Keluhan mengenai keterlambatan pembayaran insentif Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi guru-guru di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten OKU mendapatkan tanggapan dari pihak berwenang. Sejak Januari 2024, insentif Tukin untuk 1050 guru yang belum bersertifikasi belum bisa dicairkan.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten OKU, Drs. Topan Indra Fauzi MM MPd, mengungkapkan bahwa pengajuan pencairan Tukin telah diserahkan ke Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) OKU. Namun, pencairan tersebut terhambat karena syarat administrasi yang tidak dipenuhi. Dari total 6.017 guru di Kabupaten OKU, terdapat 1050 guru yang belum sertifikasi dan berhak menerima Tukin. Syarat utama pencairan insentif ini adalah keharusan melakukan absensi secara elektronik, yang ternyata tidak dipenuhi oleh para guru tersebut.
“Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup), absensi elektronik melalui aplikasi di ponsel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan Tukin. Namun, kami menemukan bahwa tidak ada satupun dari 1050 guru tersebut yang mematuhi aturan ini,” jelas Topan di ruang kerjanya pada Jumat (9/8).
Topan mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk menggelar rapat dengan Sekretaris Daerah dan dinas terkait. Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa guru-guru yang tidak melakukan absensi elektronik harus menandatangani surat perjanjian yang menyatakan mereka bersedia mengembalikan Tukin jika ada temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, BKAD tetap menolak pencairan karena tidak sesuai dengan ketentuan Perbup.
“Besaran insentif Tukin ini bervariasi antara Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu per bulan, dengan total anggaran mencapai sekitar Rp 900 juta. BKAD enggan mengambil risiko jika hal ini menjadi temuan,” kata Topan.
Pemerintah Kabupaten OKU melalui Dinas Pendidikan telah melakukan sosialisasi mengenai kewajiban absensi elektronik kepada seluruh tenaga pendidik. Topan berharap para guru dapat mematuhi peraturan ini ke depan.
“Selama masa pandemi, absensi dilakukan secara manual, sehingga kebiasaan tersebut mungkin masih berlanjut. Kami harap ini menjadi pembelajaran agar semua guru dapat lebih disiplin dalam melakukan absensi elektronik,” tutup Topan. (HRS)





